Minggu, 17 Juni 2012


INTISARI

MUHAMMAD AKRAF
ANALISIS KUALITAS PELAYANAN  FISIOTERAPI PADA PASIEN  PASKA STROKE  KRONIK DI RUMAH SAKIT UMUM  DAERAH (RSUD)  DAYA MAKASSAR
Tesis,ix hlm,113 hlm
Pembimbing : Prof. DR. Muh. Basri, M.Si
                          Najmi Kamariah,SE, M.Si


Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Analisis Kualitas Pelayanan Fisioterapi pada Pasien Paska Stroke Kronik di RSUD. Daya Makassar.” Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis  Kualitas Pelayanan Fisioterapi pada Pasien Paska Stroke Kronik di RSUD. Daya Makassar
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah  observasi dan wawancara dengan paradigma penelitian pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus, yang bertujuan mendapatkan informasi tentang kualaitas pelayanan Fisioterapi pada pasien paska stroke kronik. Informan  dalam penelitian ini adalah tiga (3) orang pasien paska stroke kronik sebagai informan utama, tiga (3) orang fisioterapis dan satu (1) orang Kepala Unit Fisioterapi, sehingga jumlah informan secara keseluruhan adalah tujuh (7) orang. Teknik pengumpulan data diperoleh dari data sekunder dan data primer.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari lima (5) dimensi kualitas pelayanan yang diteliti di Unit Fisioterapi RSUD Makassar beberapa sudah dilakukan sehingga dapat memuaskan pasien, namun ada beberapa yang belum dilakukan atau dipenuhi sehingga pasien menjadi belum puas seperti, pemberian informasi pelayanan fisioterapi yang masih dianggap kurang oleh ketiga informan yang berasal dari pasien paska stroke kronik, ruangan yang bocor dan mengeluarkan bau yang dikeluhkan oleh satu informan serta jumlah peralatan yang masih kurang yang juga dikeluhkan oleh satu informan. Semua hal tersebut harus menjadi perhatian fisioterapi, Kepala Unit Fisioterapi dan pihak  rumah sakit guna menjaga kualitas pelayanan fisioterapi di RSUD Daya Makassar.

Kamis, 12 April 2012

DEFINISI FISIOTERAPI

Fisioterapi adalah : bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, electroterapi dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi. (KEPMENKES 1363)



akraf_peduli

KEWAJIBAN FISIOTERAPI


1.Menghormati hak pasien.
2.Merujuk kembali kasus yang tdk dapat ditangani atau belum
   selesai ditangani, sesuai sistem rujukan yang berlaku.
3.Menyimpan rahasia sesuai peraturan perundang-undangan.
4.Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan.
5.Memberikan informasi dalam lingkup asuhan fisioterapi.
6.Melakuka pencatatan dengan baik.


akraf_peduli

KEWENANGAN FISIOTERAPI


Fisioterapis dalam melaksanakanpraktek Fisioterapis berwenang melakukan :

Assessment/pemeriksaan Fisioterapi.

Diagnosis Fisioterapi.

Perencanaan Fisioterapi.

Intervensi/PengobatanFisioterapi

Evaluasi/ Re-evaluasi.


FISIOTERAPI MANDIRI


    Fisioterapi adalah bentuk pelayanan yang dilakukan oleh , atau dibawah pengarahan dan superfisi oleh Fisioterapis termasuk Pemeriksaan, Penegakkan diagnosis, Perencanaan Fisioterapi, serta pengobatan dan evaluasi Fisioterapi.
  (KEPMENKES 1363 PASAL 12)

PEMERIKSAAN SPESIFIK REGIO ANKLE



Oleh : Muhammad Akraf

1.      Palpasi
            a.      Bone palpation
Malleolus medialis & lateralis.
Os Calcaneus, Talus, navicularis & Cuboideus .
b.      Joint palpation
Ankle joint.
Calcaneocubid joint, Talonavicular joint.
Tarsometatarsal joints.
Metatarso phalangeal joint.
Proximal – Distal interphalangeal joint

2.      Shift Antrior
Untuk mengetahui adanya ruftur atau hipermobile pada lig. talofibulare anterior. Posisi kaki fleksi 70o. salah satu tangan pemeriksa  memfiksasi bagian dorsal kaki kemudian tangan yang satunya menarik bagian distal dari os tibia dan fibula ke anterior.


3.      Clik Varus
Untuk mengetahui adanya ruftur pada lig. Calcaneo fibular. Caranya calcaneus secara cepat digerakkan kearah varus. Jika gerakan cepat atau ada bunyi berarti  positif.

4.      Thomson Test
Untuk mengetahui adanya kerobekan pada tendon Achilles. Posisi pasien, ankle berada diluar atau dipinggir bed, kemudian remas musclebelli gastrok. Akan ada gerakan planter fleksy. Jika tidak terjadi gerakan berarti +.
 

5.      Talartil  Test
Untuk mengetahui adanya ruftur atau hipermobile ligamen Talofibular anterior. Posisi pasien tidur miring kemudian pemeriksa memegang calcaneusnya dan jari telunjuk kemudian gerakkan kearah abduksi dan adduksi.

Jumat, 30 Maret 2012

ELECTRODIAGNOSTIC EXAMINATION FISIOTERAPI


Muhammad Akraf

A.      Pendahuluan :
  Terjadinya gangguan fungsi organ atau kerusakan jaringan tubuh sebaiknya dapat ditemukan adanya
  gejala baik subyektif maupun obyektif. Namun kenyataannya tidak semuanya dapat dideteksi secara
  mudah.
  Semua jaringan atau organ yang terganggu fungsinya akan mempengaruhi sistem regulasi segmental dan
 biasanya ditandai dengan peningkatan aktivitas fungsi faal yang tanpa provokasi sudah dapat terlihat,
 teraba dan terukur seperti (kalor, rubor, dolor, tumor dan functio laesa)
  Adapun peningkatan aktivitas nociceptor (hyperaktivitas) yang tanpa provokasi tidak akan dapat
 terlihat, teraba atau terukur dengan pemeriksaan sederhana.
  Hyperaktivitas pada segmental ditandai dengan adanya titik atau regio peka rangsang misalnya
 (hiperalgesi/tender points/trigger points/myofascial trigger point.
  Dengan bantuan arus frekuensi renda/menengah (Arus Diadinamis dan  interferensi) hyperaktivitas
 tersebut dapat terdeteksi.
B.      Tujuan Electrodiagnostic
}  Electrodiagnostic ditujukan pada susunan saraf somatis/spinal afferent yang berkaitan dengan afferent II, IIIa, IIIb, IV (A beta, A delta dan serabut C) .

C.      Modalitas yang digunakan :
}  Arus searah misalnya Arus Diadinamis.
}  Arus Bolak-balik frekuensi menengah atau Arus Interferensi.
}  Kombinasi Ultra sound dengan arus rendah atau menengah.

D.      APLIKASI ELECTRODIAGNOSTIC DENGAN MENGGUNAKAN ARUS INTERFERENSI
  Persiapan Pasien :
                1. Posisi pasien tengkurap.
2. Electro indiferen ditindih dengan perut, sementara    yang      lainnya di atas punggung    pasien.
                3. Wajah pasien menghadap pada fisioterapist
  Persiapan Alat :
                1. Alat yang digunakan Arus interferensi.
                2. Pengaturan dosis : AMF 100 Hz bipolar.
                3. Time : sangat tergantung dari lamanya pemeriksaan.
E. Kesimpulan :
1.  Electrodiagnostic digunakan untuk menegakkan diagnosis beberapa kondisi fisioterapi yang tidak dapat   dideteksi dengan pemeriksaan lain.
2. Electrodiagnostic dapat dilakukan dengan menggabungkan modalitas lain (seperti Us dan Arus Interferensi atau Diadynamis) serta dapat dilakukan secara tersendiri seperti (arus Interferensi).

Kamis, 29 Maret 2012

PENERAPAN ULTRASONOPHORESIS PADA TENNIS ELBOW TIPE II (Epycondylitis)


Muhammad Akraf

Tennis elbow merupakan salah satu kondisi terbanyak ditemukan disbanding dengan kondisi lainnya yang terdapat pada daerah siku yang umumnya diderita antara usia 35-55 tahun.
Tennis elbow adalah satu istilah yang ditujukan pada pemain tennis yang mengalami rasa sakit di daerah lateral elbow setelah bermain tennis. Sebenarnya tennis elbow identik dengan epycondilitis lateralis yakni rasa nyeri tersebut timbul karena partial rupture atau micro rupture pada tenoperiosteal atau tenomuscular yang dapat bersifat akut atau kronik dari otot ekstensor carpiradialis brevis atau longusakibat traumaatau berbagai pekerjaan, kegiatan yang melibatkan tangan atau pergelangan tangan secara berlebihan.
Diperkirakan tennis elbow 5% dari seluruh penderita disandang pemain tennis, sedangkang 95% lainnya diderita oleh berbagai profesi dan okupasi seperti ibu rumah tangga, teknisi, montir, tukang emas dan lain-lain. (Dos Winkel, 1984 dalam Muhammad Akraf, 2003).
Tennis elbow adalah suatu keadaan dimana otot ekstensor pergelangan tangan mengalami kerobekan atau rupture dibagian myofascial atau origo dan insersio sehingga bangkit reaksi jaringan yang mengakibatkan terasa nyeri pada epycondilus lateralis humeri terutama saat lengan bawah bergerak kearah ekstensi wrist dan supinasi (Rene Calliet, 1983 dalam Muhammad  Akraf 2003).
Pada tennis elbow terdapat empat tipe yang dibedakan atas letak kerusakannya. Tipe I letak kerusaknnya pada origo otot ekstensor carpiradialis longus, tipe II pada origo teno periosteal otot ekstensor carpiradialis brevis, tipe III pada tendon otot ekstensor carpiradialis brevis dan tipe IV pada badan otot ekstensor carpiradialis brevis.
Dari keempat tipe tennis elbow tersebut maka tipe II merupakan terbanyak sekitar 90% yang ditemukan di klinik. Timbulnya nyeri akibat tennis elbow tersebut akan membatasi seseorang dalam melakukan gerakan-gerakan atau sewaktu beraktivitas.
Faktor penyebab tennis elbow bermacam-macam, yang diantaranya adalah adanya pembebanan yang tiba-tiba serta terlalu berat pada otot dan tendon ekstensor. Predisposisi adanya system sirkulasi otot dan sendi pada saat itu atau otot belum siap dan adanya kondisi umum yang menurun serta kondisi secara lokal lemah atau kecapaian, latihan yang tidak kontinyu serta tidak teratur dan tidak cukup.
Pada tennis elbow tepatnya pada aponeurosis dari otot-otot ekstensor timbul microruptur, yang dalam proses penyembuhannya meninggalkan bekas-bekas luka pada jaringan yang dapat sobek sebagai akibat trauma yang timbul kembali.
Adapun gejala-gejala yang dapat timbul pada tennis elbow adalah pada kondisi akut akan terjadi nyeri yang sangat pada otot dan tendon sehingga timbul gangguan fungsi pada siku dan ada bengkak pada area cedera. Pada keadaan yang disebabkan penguluran yang berlebihan dari tendon tetapi tidak ada ruptur dengan tahanan secara isometrik akan terasa nyeri tetapi tidak ada penurunan kekuatan otot. Sedangkan pada farcial rupture menghasilkan tahanan isometrik  sangat nyeri.
  Pada gerakan-gerakan tertentu akan muncul nyeri kejut menyebabkan barang yang dipegang jatuh dari tangan.
          Adapun perubahan yang dapat terjadi adalah :
a)    Akibat gerak
Akibat pola gerak dapat dibedakan menjadi over used dimana penggunaan otot-otot ekstensor tangan dipergelangan tangan harus berkontraksi dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan ischemic pada jaringan tersebut.
Bila m. ekstensor carpi radialis dalam keadaan memanjang istirahat maka otot tersebut akan berkontraksi maksimal, dan bila otot tersebut diregangkan melebihi panjang normal sebelum kontraksi terbentuk tegangan istirahat dalam jumlah besar di dalam otot bahkan sebelum kontraksi terjadi. Tegangan ini terjadi akibat kekuatan elastis jaringan ikat, sarkolema, pembuluh-pembulih darah, saraf dan sebagainya. Tapi peningkatan tegangan selama kontraksi yang disebut tegangan aktif akan menurun bila otot tersebut direngkan melebihi panjang normalnya.  
Begitupula dengan overstretch dimana otot-otot ekstensor pergelangan tangan terulur iluar kemampuan otot ekstensor dalam melakukan gerakan. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan kerobekan dibagian myofascial atau origo sehingga menimbulkan reaksi inflamasi jaringan yang menyebabkan terasa nyeri.
Pada jaringan otot ekstensor yang mengalami kerobekan akan menimbulkan suatu aktivitas dari nocisensorik polymodale yang mengisyaratkan adanya suatu kerusakan jaringan. Ujung-ujung saraf pada daerah tersebut mengeluarkan tachykinine yang mengakibatkan sensibilitasi dari neuron-neuron PHC, sementara itu timbul vasodilatasi pembuluh darah.
b)      Inflamasi
            Inflamasi atau peradangan dapat dikatakan sebagai suatu reaksi setempat dari jaringan hidup terhadap trauma atau rangsangan yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari darah yang bersirkulasi ke dalam jaringan-jaringan interstisial pada daerah cedera atau necrosis.
            Inflamasi merupakan proses penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan. Peradangan ini dinamakan peradangan neurogenic karena peradangan ini akibat usaha dari jaringan atau susunan jaringan saraf.
            Adanya peradangan tersebut akan menimbulkan iritasi kimiawi, perlengketan antara jaringan. Sistem metabolisme terganggu, gangguan keseimbangan asam basah tendon, spasme otot dan timbul rasa nyeri.
            Kerusakan pada tendon membutuhkan waktu yang lama untuk reparasinya dibandingkan otot karena kurangnya pembuluh darah pada daerah tersebut. Saat tennis elbow menjadi kronis berkembang menjadi osteofit atau penulangan pada periosteum hasil dari inflamasi. Timbulnya inflamasi akan menyebabkan nyeri pada sekitar epicondilus lateralis region siku pada kondisi tenis elbow tipe II.

Fisioterapi merupakan salah satu profesi keahlian mempunyai berbagai sarana dan alat yang disebut modalitas fisioterapi. Dari berbagai modalitas tersebut ultra sound dapat digunakan dalam penurunan nyeri pada tennis elbow. Yang mana dalam penggunaan ultra sound merupakan pengobatan dengan menggunakan mekanisme getaran dari gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20 KHz, namun yang sering digunakan dalam praktek fisioterapi adalah yang berfrekuensi antara 1 KHz dan 3 KHz.
Dalam penatalaksanaan ultra sound digunakan cupling medium berupa gel, air dan lain-lain sebagai sarana penghantar energi ultrasound ke jaringan. Namun walaupun demikian ultrasound dapat juga dikombinasikan dengan menggunakan obat-obatan yang dikenal dengan ultrasonophoresis.
Ultrasonophoresis diartikan terapi medik dengan subtansi atau bahan, benda, zat yang dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan energ ultrasound. Beberapa obat diabsorbsi masuk ke kulit tetapi sangat lambat, akan tetapi dengan menggunakan getaran ultrasound frekuensi tinggi dapat mempercepat absorbsi ke jaringan.
Telah ditemukan bahwa substansi aktif dapat dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit yang utuh dengan bantuan energi ultrasound. Gtiffin dan Touchstone (1967) melakukan penelitian pada salep yang mengandung hydrocortisone. Dan mereka menemukan adanya corticosteroid pada kedalaman 6 cm.
Gtiffin memberikan ultrasonophoresis dengan hydrocortisone pada 66 pasien, 68% pasien menunjukkan mobilitas normal tanpa rasa sakit sementara pada 36%  pasien diberi ultrasound placebo menunjukkan tidak ada kemajuan.
Moll (1979) melakukan penelitian ultrasonophoresis dengan lidocaine atau decadron menunjukkan kemajuan 88,1%, ultrasound placebo dengan intensital nol (o) menunjukkan 23,7%.
Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa ultrasonophoresis merupakan modalitas yang penting bagi fisioterapi.
Ultrasounophoresis dapat diandalkan pada gangguan dijaringan karena dapat mempercepat proses gerakan partikel-partikel serta mendorong absorbsi obat ke dalam jaringan yang bermasalah.

MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA LANSIA DENGAN INCONTINENSIA URINE



Muhammad Akraf

A. Definisi :
Inkontinensia Urine (IU) merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia. Inkontinenensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau sosial. Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses).
B. Etiology :
¢ Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih.
¢ Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi
C. Patofisiologi :
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
¢ Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin. Bisa juga disebabkan oleh kelainan di sekeliling daerah saluran kencing.
¢ Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.
¢ Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan.
D. PROGNOSIS
Inkontinensia urin mempunyai kemungkinan yang besar untuk disembuhkan, terutama pada penderita dengan mobilitas dan status mental yang cukup baik. Bahkan bila tidak dapat diobati sempurna, inkontinensia selalu dapat diupayakan lebih baik, sehingga kualitas hidup penderita dapat ditingkatkan dan meringankan beban yang ditanggung oleh mereka yang merawat penderita


F. PEMBAGIAN INKONTINENSIA
1) Tipe Luapan¢Tipe ini ditandai dengan kebocoran/keluarnya urin, biasanya dalam jumlah sedikit karena desakan mekanik akibat kandung kemih sudah sangat tegang.
2)  Tipe Fungsional¢Tipe fungsional ditandai dengan keluarnya urin secar dini akibat  ketidakmampuan mencapai tempat berkemih karena gangguan fisik atau kognitif maupun gangguan lingkungan lainnya.


 G. Proses Fisioterapi
ASSESSMENT FISIOTERAPI 

 A. Anamnesis Umum : 

Nama, Umur, Sex, Alamat, Pekerjaan,   Hobby, dll.  

B. Anamnesis Khusus : 

 KU  : sering ngompol & tdk disadari.  Kapan  : 1 minggu yang lalu  Penyebab  : tdk diketahui.  RPP  : 2 mgg yg lalu kena stroke/melahirkan.

Pemeriksana Vital Sign :

Tekanan Darah ??

 Pernapasan ??

Nadi ??

Aktualitas Nyeri ??

Pemeriksaan Inspeksi :

1. Statis 

Perhatikan posture serta ekspresi pasien.Perhatikan regio lumbal abdominal musc, gluteus musc, garis bokong, dll)

2. Dinamis

Dapat dilihat ketika pasien berjalan (tdk terlalu memberikan informasi). 

Pemeriksaan Fungsi :

}Orientasi Test   Suruhlah pasien untuk batuk, kemudian tanyakan apakah saat   itu terjadi BAK.

}Pemeriksaan Aktif  Pasien disuruh untuk menahan BAK & BAB, apakah pasien mampu  melakukan?.

}Pemeriksaan Pasif & TIMT sulit dilakuka   kecemasan tampak pada wajahnya.

 Pemeriksaan Spesifik Fisioterapi :

}Palpasi

}Tes uji ngedan  - pasien duduk dibangku, pahanya dibukakemudian mengedan     atau batuk.  - vesika diisi dengan cairan berwarna biru melalui kateter,      kemudian pasien diberi handuk untuk mengalas pada bagian      kelaminnya, selanjutnya disuruh berjalan, batuk atau      mengedan.}Kekuatan Otot Pelvic Floor

}Muscle Endurance.

}The perfect schemeMerupakan anonim dari : 

  P     : Power  

  E     : Endurance   

  R     : Repetition 

   F     :  Fast   

 ECT :  Every Contraction time

POWER :

}DIGAMBARKAN DENGAN NILAI 0 – 5

}0 : Tidak ada kontrol

}1 : Ada denyutan di jari

}2 : Dirasa ada peningkatan tegangan tanpa terangkat .

}3 : Ketegangan meningkat dengan pengangkatan dinding posterior vagina

}4 : Peningkatan tegangan dengan kontraksi  yang baik serta mampu                 mengangkat dinding posterior vagina dengan tahanan.

}5 : Tahanan kuat dapat dilakukan dan jari penguji terjepit 


Endurance :

untuk mengukur daya tahan yang menggambarkan lamanyatahanan satu kontraksi dari  0 - 10

}REPETITIONmengukur pengulangan gerakan otot dasar panggul dengan nila pengulangan 1 – 10 kali ulangan,istirahat 4 detik sebelum kontraksi berikutnya Lebih dari 4 detik tanda kelelahan.

}FAST   mengukur kecepatan otot dengan nilai 1 – 10 kali kontraksi  (kontraksi cepat

}PROSEDUR PENGUKURAN  higienis :  - Perhatikan kebersihan tangan untuk mencegah      transmisi infeksi.  - Cuci bersih jari dan tangan penguji atau       gunakan sarung tangan.  - Perhatikan untuk tidak menyentuh bagian atau      benda lain selama pemeriksaan dengan jari      yang digunakan untuk memeriksa.  - Bersihkan tangan sebelum memeriksa satu      pasien.

}Posisi pasien : -Tidur terlentang dengan kepala tersanggah bantal.  - Hip fleksi, abduksi dan lutut fleksi.  - Pasien relaks/tidak tegang

}Penguji  : - Memberikan informed consen        untuk persetujuan pemeriksaan.    - Masukkan jari je vagina sedalam  4 – 6 cm    - Posisi jari ada di jam 4 dan 8.

PEMERIKSAAN TAMBAHAN

}Laboratorium

}X-Ray

Diagnosis Fisioterapi : (Contoh)

}Gangguan fungsional BAK akibat kelemahan pelvic floor muscle post stroke.

}Inconentia urine akibat kelemahan pelvic floor muscle post trauma capitis.

Intervensi Fisioterapi :

Kegels Exercise:

Latihan Kegels diciptakan pertama kali lebih dari 40 tahun yang lalu oleh seorang gynecologist bernama Arnold Kegel, M.D., yang melihat perlunya latihan ini bagi perempuan sehabis melahirkan.  Diketahui bahwa latihanini juga perlu bagi perempuan selama masa kehamilan.


 Teknik Latihan Kegels Exercise :

1. Posisi duduk tegak pada kursi dengan panggul dan lutut tersokong dengan rileks.

2.Badan sedikit membungkuk dengan lengan menyangga paha.

3.Konsentraksikan kontraksi pada daerah vagina, uretra dan rektum.

4.Kontraksikan otot dasar panggul seperti menahan berkemih.5.Rasakan kontraksi otot dasar panggul.

6.Pertahankan kontraksi sebatas kemampuan (+10 detik).

7.Rilekskan otot dasar panggul.

8.Kontraksikan lagi (tanpa kontraksi abdominal musc dan tdk menahan              napas). Letakkan tangan pada perut.

9.Rileks lagi.

10.Sesekali kontraksi dipercepat. Tahap awal 3X pengulangan.

11.Lakukan kontraksi sambil beraktivita (seperti, tertawa, batuk, bangun dari kursi, jogging, dll).

12.Lakukan kontraksi 10x  lambat, 10x cepat. Tiap kontraksi ditahan selama 10 hitungan, 6-8 dalam sehari.

Electrical Stimulation :
Teknik Electrical Stimulation (ES) :

}Electrode indefenden ditempatkan pada sistem persarafan segmental regio sacral atau thoracal.

}Electrode aktif ditempatkan pada regio sedekat mungkindengan pelvic floor muscle.

}Apabila kontraksi dirasakan tidak nyaman atau kurangkuat dpt dilakukan     secara internal dengan electrodekhusus dan higienis.


Tujuan ES :
a. Melatih pelvic floor musc(Pelvic floor     
      reeducation).
 b. Memfasilitasi kontraksi.
 c. Mempertahankan sifat fisiologis otot dasar panggul.
 d. Mengevaluasi program terapi.

Dosis :

 }Intensitas  : tergantung dari kontraksi yang   muncul (perhatikan nyeri yang    muncul).

}Durasi pulsa: durasi pendek untuk  merangsang serabut motorik.

}Frekuensi arus: 10-40 Hz.

}Waktu  : 10-30 menit/hari selama 3 bln.

Biofeedback :

}Digunakan untuk membantu pasien dalam mengontrol kontraksi & rileksasi pada pelvic floor muscle.

VAGINAL CONES :Vaginal Cones  digunakan untuk  perempuan  dalam hal membantu menguatkan  pelvic floormuscle.Vaginal cones dimasukkan ke dalam vagina dan otot dasar panggul  dikontraksikan untuk  mencegah vaginal cones keluarBeban selalu ditambah berdasarkan kemajuan  pasien.


Home Program :

}Latihan menahan BAB.

}Latihan menahan BAK. (Bisa dilakukan secara bersamaan BAB & BAK)

}Vaginal Cones (Jika pasien memiliki alatnya)

Evaluasi :
}Kekuatan otot??
}Endurance??
}Kontrol perkemihan??