Rabu, 28 Maret 2012

PENGARUH ARUS INTERFERENSI TERHADAP PENURUNAN NYERI PINGGANG BAWAH AKIBAT MYOFASCIAL TRIGGER POINT DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR


 Muhammad Akraf1, Rahmawati. Z2
Dosen Politeknik Kesehatan Makassar, Jurusan Fisioterapi
Fisioterapis RSUD. DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Alamat Korenspondensi
Muhammad Akraf
Kompleks Fisioterapi C/2
Jln. Paccerakkan (KM-14) Daya
Makassar, 90241
Telp. 081 355 332 780
PENDAHULUAN
Gangguan aktivitas fungsional pada pinggang biasanya diawali dengan munculnya rasa nyeri yang timbul saat melakukan pergerakan, baik gerakan secara aktif maupun secara pasif. Gangguan ini sering dijumpai di rumah sakit ataupun di klinik-klinik fisioterapi yang umumnya keluhan tersebut berupa kesulitan untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
   Nyeri pinggang bawah (low back pain) merupakan keluhan umum yang pernah dialami oleh hampir semua orang, namun jarang berakibat fatal.
            Meskipun demikian, sejak seseorang belajar berdiri dan berjalan, sejak itu pulalah ia dihadapkan pada resiko nyeri pinggang bawah.
Keluhan ini merupakan salah satu penyebab utama mangkir kerja dan meningkatnya biaya pengobatan.
  Nyeri pinggang bawah adalah suatu gejata berupa rasa nyeri di daerah lumbosakral dan sakroiliaka yang dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, kadang-kadang disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki.
   Nyeri pinggang bawah lebih sering terjadi pada pekerja yang sehari-harinya melakukan kegiatan mengangkat, memindahkan, mendorong atau menarik benda berat. Berputarnya tulang belakang di saat tubuh sedang mem-bungkuk merupakan faktor penyebab yang penting. 22% keluhan terjadi ketika mengangkat beban, 19% ketika berolahraga, dan sekitar 25% terjadi berangsur-angsur tanpa diketahui penyebabnya.
                        Karena sebagian besar tidak disebabkan oleh gangguan yang serius dan umumnya sembuh sendiri, pemeriksaan menjadi kurang teliti dan penyebab yang lebih serius tidak dapat diketahui dengan cepat. Seringkali diagnosis pasti tidak dapat ditegakkan karena kurangnya pendekatan diagnostik mengingat penyebabnya yang sangat beragam dan melibatkan banyak disiplin ilmu.
                        Nyeri pinggang bawah yang disebabkan karena gangguan pada jaringan lunak seperti otot, fascia dan jaringan lunak lainnya akan mempengaruhi jaringan lunak yang sesegmen dengannya. Sehingga akan menampakkan gejala seperti nyeri, oedema fascia, adanya nodulus, perubahan warna kulit serta perubahan suhu dari jaringan organ tubuh yang terganggu tersebut melalui system reflekstoar.
                        Diantara sekian gejala yang ada di atas maka gejala berupa nyeri yang paling sering ditemukan dalam praktek klinik, misalnya nyeri pada otot dan fascia yang dikatagorikan sebagai gejala, sebagaimana yang dikemukakan oleh Melzack dan Wall  bahwa myofascial trigger point merupakan kunci dasar pada semua jenis nyeri kronik dan merupakan faktor yang paling utama dalam pemeriksaan.
            Hubungan yang jelas antara aktivitas myofascial trigger point dengan berbagai masalah nyeri dan kelainan sistem saraf sympatis. Dimana trigger point pada umumnya terletak pada otot yang mengalami tekanan atau stres dalam berbagai varietas, sering kali sebagai akibat adanya postural imbalance, akibat trauma, adanya reflekstoar yang berasal dari gangguan alat viscera segmen paraspinal adanya  penggunaan otot yang berlebihan serta stres jaringan lunak.
            Berdasarkan pengalaman di klinik dilaporkan bahwa sejumlah penderita yang mengalami nyeri akibat myofascial trigger point mengalami penurunan nyeri dengan pemberian arus interferensi dengan teknik terapi pada area trigger point serta penerapan neuromuscular teknik (Johan Aras, 1997).
            Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan  penelitian dengan judul Pengaruh Arus Interferensi Terhadap Penurunan Nyeri Pinggang Bawah Akibat Myofascial Trigger Point”.
LOKASI, POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
            Penelitian ini dilaksanakan di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Alasan pemilihan lokasi adalah dari hasil observasi ditemukan banyak kondisi nyeri pinggang bawah akibat myofascial trigger point serta modalitas arus interferensi yang memadai.
HASIL  PENELITIAN
 Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Fisioterapi RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, dengan populasi adalah semua pasien nyeri pinggang bawah. Berdasarkan kriteria inklusi yang ditetapkan oleh peneliti, maka diperoleh jumlah responden sebanyak 20 orang.
Semua responden diberikan perlakuan yang sama yaitu pemberian Arus Interferensi dengan desain dosis yang sama setiap responden. Sedangkan alat ukur yang digunakan adalah Visual Analogue Scale (VAS).
Responden yang diperoleh selama penelitian berlangsung memiliki distribusi usia 25 – 71 tahun serta jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Tabel 1.
Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Kelompok Usia
f
%
25 – 40 tahun
41 – 56 tahun
> 57 tahun
4
8
8
20
40
40
J u m l a h
20
100

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang berusia 41 – 56 tahun dan > 57 tahun lebih besar yaitu 8 orang (40%) daripada responden yang berusia 25 – 40 tahun yaitu 4 orang (20%).

Tabel 2.
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin
f
%
Laki-Laki
Perempuan
8
12
40
60
J u m l a h
20
100

Tabel diatas menunjukkan bahwa lebih banyak responden perempuan yaitu 12 orang (60%) daripada responden laki-laki yaitu 8 orang (40%).
1.    Deskripsi Variabel
Data penelitian ini adalah nilai VAS pre test dan post test dalam satu kelompok sampel. Data tersebut akan dideskripsikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.
Distribusi Nilai Rerata dan Standar Deviasi
Pada pre test dan post test nilai VAS

Kondisi
Nilai Rerata
Standar Deviasi
N
Pre test
7,330
0,893
10
Post test
3,970
1,246
Selisih VAS
3,360
1,583

Tabel diatas menunjukkan nilai rerata dan standar deviasi pre test dan post test terhadap nilai VAS. Berdasarkan tabel diatas menunjukkan adanya penurunan nilai rerata dari pre test (7,330) ke post test (3,970) dengan nilai rerata selisih VAS yaitu 3,360. Hal ini berarti bahwa pemberian Arus Interferensi dapat menghasilkan penurunan nyeri pada penderita NPB akibat myofascial trigger point, dengan rata-rata penurunan sebesar 3,360.
2.    Analisis Variabel
Data penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan Uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon digunakan untuk menguji data pre test dan post test dalam satu kelompok sampel. Adapun hasil Uji Wilcoxon dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.
Hasil Uji Wilcoxon

Kondisi
N
Mean
SD
Ranks
Z
P
- Ranks
+ Ranks
Ties
Pre test
20
7,330
0,893
20
0
0
-3,922
0,000
Post test
20
3,970
1,246

Tabel diatas menunjukkan hasil Uji Wilcoxon yaitu nilai Z dan nilai Ranks. Dilihat dari nilai Ranks terdapat angka 20 pada negatif ranks yang berarti semua responden mengalami penurunan nyeri setelah diberikan perlakuan. Kemudian dilihat dari nilai Z sebesar 3,922 dengan nilai p = 0,000 < 0,05 berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna setelah diberikan perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian Arus Interferensi dapat menghasilkan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan nyeri pada penderita NPB akibat myofascial trigger point.
PEMBAHASAN
Secara fisiologis, otot mengalami perubahan anatomi dan fungsional sejalan dengan bertambahnya usia. Sifat fisiologis otot seperti ekstensibilitas dan elastisitas otot akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Pada kelompok usia tersebut, telah terjadi proses degenerasi yang alamiah pada otot. Menurut Carolyn Kisner (1999), kelompok usia 30 – 45 tahun paling mudah terkena injury muskuloskeletal karena terjadi disproporsi antara stress mekanikal yang tinggi dan kemampuan jaringan tubuh yang menurun seperti otot, ligamen, tendon dan diskus. Sedangkan menurut John E. Murtagh (1997), nyeri pinggang bawah lebih banyak menyerang pada usia pertengahan. Menurut Syaiful Saamin (2005), nyeri pinggang bawah mencapai puncaknya pada usia 40 tahun bagi pria dan 10 tahun kemudian bagi wanita. Nyeri pinggang bawah yang bersifat kronik dapat menimbulkan myofascial trigger point pada otot paravertebral lumbal. Hal ini disebabkan oleh spasme otot yang bersifat kronik sehingga timbul nodul didalam serabut otot. Keadaan ini memudahkan terjadinya myofascial trigger point.
Menurut Grandjean (1973), aktivitas rumah tangga seringkali melibatkan spine atau sikap tubuh sehingga atas dasar tersebut maka kebanyakan ibu rumah tangga atau pembantu rumah tangga sering mengalami nyeri punggung bawah. Sedangkan menurut Biering-Sorenson (1984) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa faktor kelelahan yang berlebihan merupakan penyebab nyeri punggung bawah pada wanita khususnya ibu rumah tangga. Egan (1975) juga menjelaskan bahwa wanita tidak kuat secara fisik dibandingkan dengan laki-laki sehingga mereka tidak dapat mengangkat beban yang sama dengan kekuatan laki-laki, tidak dapat menjangkau benda yang jauh atau tidak dapat berdiri lama. Namun, mereka (wanita) sering melakukan kerja dalam kondisi-kondisi tersebut sehingga kecenderungan terjadi injury akibat kerja daripada laki-laki. Disamping itu, wanita sering terlibat dalam aktivitas pekerjaan yang berulang-ulang seperti ibu rumah tangga sehingga resiko besar terjadi injury muskuloskeletal pada otot-otot yang sering mempertahankan postur tubuh seperti otot paravertebral lumbal dan thoracal. Jika stress kronik terjadi pada otot dan secara berulang-ulang maka dapat memicu terjadinya myofascial trigger point pada daerah pinggang.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa lebih banyak perempuan yang mengalami NPB akibat myofascial trigger point daripada laki-laki. Myofascial trigger point dapat disebabkan oleh adanya trauma akut atau repetitif mikrotrauma. Repetitif mikrotrauma lebih sering menjadi faktor penyebab dari myofascial trigger point. Repetitif mikrotrauma dapat berasal dari kebiasan postur yang jelek, lama bekerja dalam posisi statik, posisi mengangkat atau memindahkan objek yang salah, atau injury kecil yang berulang-ulang. Pada umumnya aktivitas pekerjaan atau rekreasi yang menghasilkan repetitif stress (stress berulang) pada suatu otot atau group otot tertentu dapat menyebabkan stress kronik pada serabut otot, sehingga menyebabkan terjadinya trigger point.
Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa rata-rata nilai VAS yang dicapai sebelum intervensi adalah 7,330. Hal ini berarti bahwa intensitas nyeri yang dirasakan tergolong kedalam nyeri berat. Myofascial trigger point adalah titik-titik yang hiper-iritasi, memiliki ciri khas tersendiri, terasa bunyi bila ditekan, yang terletak pada taut band otot skeletal. Titik tersebut sangat nyeri bila ditekan dan dapat menghasilkan referred pain, nyeri tekan menjalar, disfungsi motorik, dan fenomena autonom. Myofascial trigger point menghasilkan nodul atau taut band didalam serabut otot (David J. Alvarez, 2006). Adanya taut band didalam serabut otot akan mempengaruhi elastisitas jaringan otot. Pada saat otot berkontraksi, taut band ini akan menghambat sarkomer sebagai unit kontraktil dan elastis otot untuk berkontraksi dan relaksasi. Akibatnya, terjadi hambatan aliran darah pada area taut band tersebut sehingga menghasilkan akumulasi sisa-sisa metabolisme pada otot. Akumulasi sisa-sisa metabolisme merupakan iritan yang mengiritasi serabut saraf bermyelin tipis/tidak bermylein sehingga timbul nyeri pada otot. Disamping itu, hambatan yang dihasilkan oleh taut band tersebut terhadap sarkomer atau myofibril saat berkontraksi akan menimbulkan nyeri hebat pada otot, apalagi jika dilakukan penekanan pada area taut band tersebut.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai VAS yang dicapai setelah intervensi adalah 3,970 sehingga menunjukkan adanya penurunan nyeri sebesar 3,360. Arus Interferensi adalah arus frekuensi menengah yang tidak menimbulkan reaksi elektrokimiawi pada jaringan kulit, sehingga arus Interferensi terasa sedatif di kulit. Menurut Sri Mardiman (2001), modulasi nyeri dapat diperoleh melalui beberapa mekanisme yaitu adaptasi atau blokade nosiseptor, penurunan daya hantar atau konduktivitas serabut afferent yang bermyelin tipis atau tidak bermyelin, mekanisme gate control, dan sistem endogenous opiate. Arus Interferensi dapat menurunkan nyeri melalui mekanisme gate control. Menurut Gate Control Theory, impuls serabut-serabut saraf berdiameter kecil dengan nilai ambang rangsang tinggi bersifat membuka “pintu gerbang” impuls nyeri di lamina gelatinosa cornu dorsalis medula spinalis sehingga berperan sebagai fasilitator pengiriman impuls ke tingkat yang lebih tinggi pada SSP. Kemudian, fungsi inhibitor yang bekerja menutup “pintu gerbang” dilakukan oleh impuls-impuls yang dibawa oleh serabut-serabut saraf berdiameter besar (mekanoreseptor) dan mempunyai nilai ambang rangsang rendah (Nugroho DS, 2001). Arus Interferensi dapat merangsang dan mengaktivasi serabut saraf afferent berdiameter besar atau bermyelin tebal sehingga aktivitas serabut saraf tersebut dapat memblokade impuls nyeri yang dibawa oleh serabut saraf afferent berdiameter kecil dengan menutup pintu gerbang di cornu dorsalis medulla spinalis.
Pada kondisi trigger point, aplikasi yang cocok diberikan adalah aplikasi titik nyeri dengan 2-pad dimana pada area titik nyeri digunakan elektroda yang kecil karena memiliki kepadatan arus yang tinggi. Dengan aplikasi ini titik nyeri pada area trigger point akan menurun aktualitasnya melalu rangsangan pada serabut saraf afferent bermyelin tebal yang memiliki efek inhibisi atau blocking terhadap aktivitas serabut saraf bermyelin tipis, sehingga konsekuensinya terjadi penurunan persepsi nyeri atau sama sekali tidak dirasakan nyeri (hilang rasa nyeri)
Hal ini juga ditunjukkan pada hasil penelitian yang terlihat di tabel 4, yaitu pemberian Arus Interferensi dapat menghasilkan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan nyeri pada penderita NPB akibat myofascial trigger point. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wahyuni (2006) yang menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna pemberian Arus Interferensi terhadap penurunan nyeri pada nyeri tengkuk akibat myofascial trigger point, dengan rata-rata penurunan sebesar 67,12.
DAFTAR PUSTAKA
Arisandy Achmad, 2002, Studi Tentang Friction pada Penderita Nyeri Akibat Myofascial Trigger Point di Klinik Medisakti, karya Tulis Ilmiah, Akademi Fisioterapi, Makassar.

Davis J. Alvares. Pamela G. Rockwell, 2006, Trigger Point : Diagnosis and Management, Journal Of The American Of Family Physician, Volume. 64, No 4, (www.aafp/afp), diakses 19 Januari 2008.

Djohan Aras, 1993, Sumber Fisis, Akademi Fisioterapi, Makassar.

Djohan Aras, 1997, Kumpulan Makalah Fisioterapi, Akademi Fisioterapi, Ujungpandang.

Heru Purbo Kuntoro, 2008, Patofisiologi Nyeri dari Aspek fisioterapi, Ikatan Fisioterapi Indonesia Cabang Surabaya, (www.fisiosby.com) diakses 11 Januari 2008.

Leon Chaitow, 1996, Positional Release Technique, Churchill Livingstone, New York, USA.

Satyanegara, 1978, Teori dan Terapi Nyeri, Pantja Simpati, Jakarta.

Slamet Parjoto, 2006, Pelatihan Pelaksanaan Fisioterapi komprehensif pada Nyeri, UNDIP, Semarang.

Sugiyono, 2001, Statistik Nonparametrik Untuk Penelitian, Penerbit Alfabeta, bandung.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar